Hukum islam menjawab
Blog ini sengaja ditulis untuk memberikan pemahaman dan jawaban bagi umat islam, seputar persoalan-persoalan keagamaan yang tidak diketahui dalam kehidupan sehari-sehari.

Wednesday, April 4, 2012

Bagaimana Hukum Hari Raya Berbeda

Pertanyaan
Hari raya Idul Fitri berbeda lagi, ada yang hari Jum'at dan ada yang hari Sabtu. Bagaimana hukum puasa dan hari raya orang yang berhari raya pada hari jum'at, umpama ia tidak berhasil rukyatulhilal? Dan  bagaimana dengan orang yang melakukan puasa dan hari raya pada hari sabtu, umpama orang-orang sudah berhasil rukyat?

Jawaban
Dalam ketentuan agama, umat islam dianjurkan melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan ketika melihat hilal/bulan (tanggal satu bulan Ramadhan), dan ifthar (berhari raya) ketika melihat bulan (tanggal satu bulan Syawal). Oleh karenanya, bagi orang yang rukyat/melihat hilal dan orang yang mendapat berita tentang rukyat (menurut pendapat yang unggul harus mendapat berita dari orang yang adil. Sedangkan menurut sebagian pendapat, orang fasik sama saja dengan orang adil, dengan catatan kita beriktikad kabar dari si fasik itu benar), maka pada tanggal satu bulan Syawal harus ifthar (melakukan hari raya).
Memang dalam penetapan (isbat) hari raya adalah hak pemerintah, namun kalau ikhbar (memberi kabar), bisa dilakukan bagi siapapun yang berhasil rukyatulhilal. Dan otomatis kalau ada ikhbar─dari orang adil atau orang fasik yang diyakini tidak mengada-ada─maka harus diikuti.
Kalau tidak berhasil rukyatullah, ia tidak boleh berhari raya pada hari Jum'atnya, kecuali mengikuti ilmu Hisab, yang mana dalam mengikuti ilmu Hisab, ada ulama-ulama yang memperbolehkan. Tidak diperbolehkan bagi orang-orang awam berhari raya Jum'at hanya karena ikut-ikutan. Bagi mereka, bila berhari raya Jum'at hendaknya membenarkan (tashdiq) pada Ilmu Hisab dan mengikuti hasil garapan Hisab itu.
Sedangkan bagi orang yang berhari raya hari Sabtu, tidak masalah, karena hari rayanya secara otomatis akan menjadi qadha' dari hari raya yang hari Jum'at. Demikian ini jika benar sudah ada kabar terpercaya tentang rukyatulhilal. Kalau rukyat tidak ada, maka ia akan shalat hari raya secara ada' (bukan qadha').
Intinya, terjadinya hari raya bisa dengan tiga hal. Pertama, dengan rukyatulhilal (rukyat sendiri, ketetapan dari pemerintah, dan kabar dari orang terpercaya). Kedua, dengan mengikuti ilmu Hisab yang punya akurasi yang kuat (valid). Ketiga, menyempurnakan hitungan bulan puasa menjadi 30 hari (ketika tidak berhasil rukyatulhilal).

Lihat: Mughni al-Muhtaj/1/224; Bughyah al-Mustarsyidin/110; Hasyiyah al-Qalyubi/2/49-50; I'anatu ath-Thalibin/2/216; Mauhibah Dzi al-Fadhal/4/157-161.


Sumber: Buletin Sidogiri

No comments:

Post a Comment